HIKMAH BERANTAKAN

Pinjam gambar dari Pixabay


Siapa yang masih punya balita? Rapi rumahnya bu...?

Jawaban kapal pecah pasti ramai ya,  tidak perlu sampai di riset. Para ibu yang mengerti dan memahami tingkah bocah imut dan menggemaskan ini pasti faham,  mereka banyak sabar,  banyak tawakal dan luar biasanya mereka enjoy dengan berantakan disana disini,  di hampir semua sudut rumah. Merepet? Ngomel?  Seberusaha mungkin ini gaya dikurangi,  mending gaya bebas dan maksimal,  ajak anak main,  katanya kotor itu baik. #koqiklan.

Berantakan di rumah belum seberapa 


Saya mengacungkan dua jempol buat ibu-ibu super nan bahagia dengan buah hati mereka,  kalau boleh sepuluh jempol, karena jempol tangan cuma dua, mau menambah pakai kaki kurang sopan. #benerkan.

Ibu-ibu zaman now memang tulang kawat otot besi, jagoan dimana saja berada. Di rumah sudah pasti,  di pasar apalagi,  di mall jangan tanya,  di jalanan wow pakai banget. Sambil kerja enjoy saja sepertinya anak ikutan ngisi daftar catatan pesanan,  ngucek draft presentasi,  bantuin alokasi tugas ke asisten kalau tidak disebut nambah kerjaan, santai saja padahal ada yang ngintilin ummi atau abinya hadir seminar,  bahkan ikut mengurus seminarnya. Kecil-kecil ada bekal EO, MC, operator,  teknisi,  karena ibu dan ayahnya rajin mengorganisir acara. Ibu yang begini berasa memang capeknya double tapi bahagianya ikut berlipat.

Apakah mamak pegal gendong bayi selama ngurus pekerjaan atau training?  Ingat waktu tidurnya cuma berapa jam? Sampai dirumah,  apakah ibu bekerja bisa santai? Hikmah berantakan dibuat bocah ini luar biasa,  pahala dunia wal akhirat itu ganjaran yang sempurna.

Saya belajar keras untuk menahan omelan, les berkali-kali. Sampai ditertawakan,  jadi malu. Iya,  katanya mengeluarkan 20.000 kata per-hari,  daku ubah jadi menulis, meresume, menyusun tema belajar,  dekat-dekat sama si cinta (dia membantu mengurangi ucapan tak berguna). Bisa juga kumpul sama teman-teman di komunitas, arisan di rumah saudara, tidak ketinggalan aksi bareng sahabat,  ikutan taklim, seminar,  workshop,  training,  rapat ini itu,  cakap-cakap pas lagi belanja dekat rumah, tilpun-tilpun menghabiskan pulsa dan kuota,  asal jangan gosip ya. Dosa.

Sabar itu butuh ilmu yang cukup dan mumpuni, karena ini teori dengan praktek tersulit, dan merupakan kerja terbaik dengan pahala fantastis. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Betapa ayat dalam Al-Quran ini menjadi harapan seumur hidup, siapa yang tidak mau dibersamai Rabb pencipta alam? Belum lagi yang sudah tercatat, betapa sabarnya sang nabi, para sahabat,  salafushsholeh, tabi'in, mereka yang yatim piatu, dhuafa, cacat dan kekurangan secara fisik,  bahkan cerita rekanan yang diamanahi anak berkebutuhan khusus, ada juga ibu hebat dengan gaji suami yang recehan dan malu minta-minta, jadi malu sendiri karena sabarnya masih nol koma.

Balik ke hikmah berantakan,  banyak banget yang setuju dengan asumsi bahwa lelahnya saat anak masih balita masih lebih baik daripada saat mereka nanti dewasa. Jadi biarlah lelah saat mereka di usia dini,  kita mengurus sepenuh hati,  belajar mati-matian, merogoh kocek yang dalam untuk ngilmu dengan ahlinya,  hanya demi usia baligh mereka yang kelak akan kita nikmati hasilnya di hari tua, ketika wafat, di liang lahat sampai masa hisab tiba.

Betapa ribuan kali kita mondar mandir dari dapur ke teras,  jutaan kali memandikan si kecil (hitung kali berapa anaknya), belum lagi memasak,  susahnya kejar-kejaran saat memakai baju,  mengembalikan mainan dan buku ke tempatnya, makan dan potty training yang menguras keringat, pikiran dan hati yang ditata untuk mengajarkan aqidah dan tauhid,  Al-Quran dan Hadist, ditambah lagi cari biayanya, seperti tak ada habisnya, semuanya ikhlas, ridho dan hanya untuk Allah semata. Apa ga keren jadi ibu happy dan luar biasa begini?

Apalagi ada kisah beralih profesi demi anak-anak. Mulai dari tidak pernah ngurut jadi tukang pijit professional, dari kuliah jurusan apa saja eh...bisa jadi guru favorit,  yang tadinya jarang masak berubah jadi chef, dari tukang ojek antar jemput sekolah sampai jadi pembalap dan  montir. Jadi Cleaning service tiap hari, siap jadi dokter dan perawat di saat sakit,  jadi pendongeng sampai jago puter otak. Jadi pelukis,  designer, satpam, pesenam handal, detektif (cari tau anak gw kenapa?), jadi tukang cat karena anak habis menghias tembok dengan indahnya (dan apa apalagi ya). Seorang ibu itu bisa banget jadi bunglon, superhero alias wonder woman. Dengan harapan kelak anak tanggap darurat merawat kita yang berubah jadi tua atau malah jompo penyakitan.

Saya teringat mertua yang pernah stroke,  dari suami saya belajar artinya pengabdian tiada henti. Tak sedikitpun ada raut jijik dengan kotoran orang dewasa, saya mengurus popok anak berikut neneknya bersama kakak ipar. Di sudut hati saya nenaruh harapan, saya pun dimandikan dengan bahagia sama menantu, maklum anaknya masih lelaki semua. Ada doa yang bertabur semoga Zaid, Hanan, Lazhuardhi dan bayi-bayi kami berikutnya siap mencintai kami di masa depan.

Hikmah berantakan itu memang tiada duanya,  saya mengutip banyak pesan moral dan emosional dari anak-anak,  suami dan orang-orang disekitar saya. Saya jadi tahu apa yang mereka sukai sekaligus mereka benci, mencoba memetakan bakatnya,  menggali potensinya,  mengetahui gaya belajarnya. Dan sesungguhnya bisa jadi kita membenci sesuatu padahal itu yang terbaik untuk kita. Betapa semua karunia itu datang dari Allah. Kadang mengerutkan dahi, mengeluh,  protes, dan kurang bersyukur,  menurunkan potensi kita mengabdi pada Allah sang khalik. Betapa dalam doa kita sebut ya mujibassailin,  ya robbal 'alamiin,  tapi kita tidak amanah pada titipan-Nya. Mengharapkan  anak sholeh sholehah,  tapi Al-Quran berat jadi bacaan harian,  berat diterapkan. Tapi ada juga cerita, ada ibu yang kalap,  minta anak lebih ingin dan rajin belajar calistung daripada murajaah hafalan Al-Quran,  biaya les siap lebih mahal dengan guru terbaik. Saat giliran untuk belajar mengaji anak berubah setengah hati. Semoga itu bukan kita ya bu... aamiin. Ini semua karena tidak akan pernah bisa diganti fardhu kifayah seorang muslim dengan bacaan selain yang pernah diajarkan Rasulullah SAW. Memang kalau diganti mau?

Sejatinya yang berantakan akan segera tapi,  apalagi seorang ibu dengan riwayat OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Rapi-rapi rupanya sindrom. MasyaAllah,  banyak yang begini,  pantang lihat berantakan, rasanya langsung ingin ambil sapu, lap dan kemoceng. Padahal dalam ilmu parenting yang saya tahu,  kondisi berantakan ini mesti diterima lapang dada, tenang dan santai. Karena ini adalah sebuah masa,  kelak berubah jadi yang dirindukan saat semua siap berangkat menggapai asa. Sudah ada yang siap-siap begini belum mak?

Fase rumah kayak kena bom molotov ini,  kadang memang belum bisa lulus sensor sama mertua. Ada ibu yang pernah muda di zaman dahulu yang bilang,  "mama kamu males, rumah kayak kapal pecah gini masih bisa anteng. Dapur jorok, dinding amburadul, ngapain az sih kak mama itu, tidur? Main hape?". Lah, ini kan si mantu lagi dinikahi anaknya, piye to masa kecil anak beliau ini, berarti kecil-kecil uda menganggur gitu, absen ber-ulah, ah... tidak percaya saya. Sabar ya bu kalau pernah pengalaman serupa, pahalanya buat kamu karena membersamai anak dan cucunya.

Lagi-lagi berantakan itu hanya moment #ntms. Akan berlalu sekali waktu,  sulit diulang setelah datang. Ada ribuan miliar sel saraf yang berkembang pada moment ini, menentukan hari-hari selanjutnya,  yang besar peluangnya untuk mengukir prestasi terbaik dalam sejarah manusia. #tibatibabijak

Setiap kejadian mustahil tak ada manfaat,  setiap kejadian bahkan menginspirasi,  menjadi guru dan termasuk berantakan,  bertabur hikmah dimana-mana. Yuk dikutip, seperti lego yang sekarang besarnya cuma se-gede upil, berserakan, jasa kutip tidak ada dalam tampilan aplikasi layar handphone anda. Sayang mak kalau harus bayar jasa bersih-bersih, bisa nambah tabungan buat beli buku premium, jadi bekal bahkan wakaf,  atau sekedar beli eskrim, nikmatnya lihat mereka berebut, menjilat,  menikmati sensasi dingin dan rasa aiihh... melelehnya bikin lucu. Selucu wajahnya yang menyayangi kita.

Jadi mau peluk anak satu-satu,  cium terus doa. Duh teringat ibunda, semoga dengan didikannya dulu, mama ikut menikmati hasilnya kelak,  aamiin...

Ummuzaid
Helvetia, 20 Oktober 2017


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Seperti yang Kamu Pikir

Sabun Cuci Muka Berjerawat

Sabun Ummuzaid