Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2017
Kalau sering misscomunications Komunikasi bukan hanya menyoal bagaimana pesan bisa tersampaikan,  merancang ide dan gagasan agar tersalurkan dengan baik,  kemudian sampai pada siapa yang menjadi lawan bicara. Jauh lebih penting komunikasi itu bicara tentang bagaimana lawan bicara mengerti dan memahami pesan sesuai yang diharapkan. Jika berkomunikasi secara tidak langsung bertatap muka,  via voice,  gunakan nada rendah, tenang dan tidak tergesa-gesa. Kalau anda bukan orang yang senang ngobrol, sedang marah dan tidak bisa tenang,  jangan angkat telp, tarik nafas dan tulis saja pesan singkat. Jika terpaksa, gunakan waktu sebaik mungkin untuk menyampaikan pesan sesingkat dan sepadat mungkin,  karena jika terlalu lama bicara bisa jadi nada suara anda tidak enak didengar. Ingat,  anda dikenali melalui nada bicara,  lawan bicara mampu mengenali suara gaduh dalam pikiran dan perasaan anda. Namun bila anda senang bicara,  hati-hati banyak sekali orang yang telinganya mudah panas.  Atau anda

menjadi ibu itu...

Menikah di usia tidak muda, tidak juga terlalu tua, pas (dalam versi saya) dan memilih meninggalkan pekerjaan sebagai staf akademik di sebuah sekolah tinggi di kota Medan,  adalah keputusan penting dalam hidup saya. Keputusan yang melahirkan begitu banyak hal baru dan menguras energi yang tidak sedikit.  Mulai dari isu yang jumlahnya kian menggendut setiap hari seputar "koq nikah buru-buru?", atau "suaminya batak masuk islam kali", atau "sarjana koq milih nganggur", sampai kini saya menjadi ibu tiga balita, laki-laki semua,  yang usianya "susun paku" istilah untuk jarak usia anak yang rapat-rapat,  bahkan sampai tema cibiran sehari-hari yang katanya mirip babu.  "Zaman dulu az yu yang model kayak kau ni,  ga pake KB". Ini kalimat paling rame sampai ke telinga saya. "Nambah umat bu,  seenggaknya saya bisa memenuhi kebahagiaan Rasulullah yang menyukai keluarga yang beranak banyak." Itu jawaban sederhana saya karena repot k