PIKNIK DAN PENGASUHAN






Ahad kemarin, 7 Oktober 2018, kami menyambangi sebuah tempat piknik nan luas di kawasan Delitua, Kabupaten Deli Serbang, Sumatera Utara.  Namanya The Le Hu Garden, sebuah taman kekinian di pinggiran kota Medan. Adalah taman milik pribadi yang dikelola apik dengan harga tiket masuk sebesar 15.000/orang.




Sungguh nyaman, tempat ini menjanjikan suasana yang asyik bagi keluarga seperti kami. Bersama anak-anak dan nenek-atok, saya dan suami menikmati betul sejak menginjakkan kaki di sini. Anak-anak ceria bukan main. Suasana di sini menggambarkan keasrian yang dirindukan banyak orang. 

Betapa ikan-ikan menggemaskan itu membuat anak-anak kami tak tahan untuk segera memegangnya. Ada berbagai spot yang bagus untuk berfoto, taman bermain anak yang cantik sekali, kolam pancing, bunga-bunga, kebun organik dan restoran yang harganya tidak terlampau mahal, menambah kesenangan ketika berada di taman ini.

Gambar-gambar indah tentang taman ini bisa di lihat di blog dan akun instagram resmi manajemen taman romantis tersebut.

https://thelehugarden.com/index.html
https://www.instagram.com/p/BnOWmNTH9pz/?utm_source=ig_web_copy_link

Tapi, di sini saya tidak akan bercerita banyak soal taman yang membuat kaki kami pegel dan makan sampai kenyang sekali.

Saya pikir saya tidak cukup apik mengajikan cerita tentang taman yang sudah ada sejak 2015 lalu. Saya akan membahas hal lain, menyoal bagaimana memberikan sebuah pengalaman berkesan bagi anak-anak dalam proses pembelajarannya.

Sejatinya anak-anak adalah seorang pelajar, dan orangtua adalah pengajar utama dan pertama. Di awal mula kehidupannya, anak akan merekam banyak kejadian, lalu memprosesnya dalam pikiran yang belum sempurna berakal. Kemudian mereka mempelajari setiap kejadian itu untuk kemudian di tiru, di eksplorasi, di adaptasi, di modifikasi, dan sejalan dengan usianya, proses ini terus berlanjut sampai kemudian menjadi perilaku yang mendarah daging ketika dewasa.

Proses panjang ini tidak terpisah dari tujuan pengasuhan yang didapatkan anak dari keluarga dan lingkungannya. Bagaimana pendidikan yang diperoleh anak dari orang tuanya, guru-gurunya, teman dan kerabatnya, berperan penting dalam setiap keputusan yang diambil si anak sampai nantinya ia dewasa.

Pengalaman belajar yang dilalui anak bersama keluarga dan kemudian bersama sekolah formal, informal maupun in-formal, lingkungan dan negara tempatnya tinggal, berperan sangat penting dalam menancapkan ide dan gagasan untuk kemudian bersikap dan berperilaku di masa berikutnya.

Tentang bagaimana perilaku orang dewasa yang mengasuh dan mendidiknya, tersimpan jelas di dalam memorinya dan di proses melalui apa yang dilihat, dirasa dan didengar anak.

Maka visi misi keluarga mesti jelas duduk pangkalnya. Tidak bisa sembarangan. Suami istri harus punya landasan ideologi dan keyakinan yang mantab agar tidak salah mendidik anak, sehingga setiap pengalaman belajar yang diberikan orangtua terpola dengan baik.

Orangtua yang tidak punya landasan pendidikan, tidak memahami tujuan pengasuhan, apalagi sampai tidak punya tujuan kemana keluarganya akan dibawa, itu sayang sekali.
Hal ini penting agar anak tertata sesuai keyakinan yang dipercayainya, sesuai harapan orangtuanya, dan agar setiap keluarga bisa menitipkan cita-cita idealis pada setiap generasinya.

Menurut saya, minimal orangtua harus mampu memahami tentang tujuan pengasuhan yang dilakukannya. Bahwa memang hal tersebut untuk membentuk dan atau mengubah perilaku anak. Meskipun tak punya konsep pendidikan yang mumpuni, setidaknya dari tujuan pengasuhan ini orangtua tahu bagaimana menjaga sikap dan perilakunya di depan anak-anak. Karena anak adalah peniru ulung dan ahli modif nomor wahid.

Dipercaya atau tidak, nyatanya setiap anak adalah etalase bagi wajah dan karakter orangtuanya, termasuk perilakunya. Itu jelas tercermin.

Jadi, pribadi seperti apakah yang dimiliki seorang anak, kalau bukan yang mirip dengan orangtuanya? Hal ini terjawab dengan adanya istilah "like father like son" atau "buah jatuh tak jauh dari pohonnya". Ada juga "guru kencing berdiri, murid kencing berlari", sebuah modifikasi perilaku berbeda namun dari contoh perilaku yang sama.

Setiap anak yang terlahir dari keluarga diktator, tak akan jauh dari sikap diktator juga. Anak yang tidak disiplin, melalui sebuah pendidikan yang simultan dan kontinue, akan berubah menjadi anak yang sopan dan teratur, bahkan menjadi rapi dan rajin, bergantung pada cara orangtuanya.

Inilah efek pengasuhan. Dengan siapa anak paling banyak berinteraksi, ia akan menirukan orang tersebut. Pada siapa ia mencontoh itu menjadi sangat penting. Pada siapa ia belajar, orangtua tidak bisa tidak perduli. Maka berhati-hatilah dalam memilih kata dan tindakan ketika berhadapan dengan mereka.

Demikian besar pengaruh pengasuhan yang diberikan orang dewasa kepada anak, sehingga sebuah kata yang "kotor", yang terlanjut melekat akan susah dilepas dari pikiran anak. Yang terekam sulit dihapus. Maka dari itu, mengasuh anak bukanlah pekerjaan main-main. Mendidik anak tak bisa sembarangan. Kelak dia bisa berubah arah dari apa yang diharapkan orangtuanya. Siapa yang merugi dan kecewa?

Bicara pendidikan anak, maka tak jauh dari tujuan pembelajaran. Jika merujuk pada tujuan pembelajaran untuk membentuk dan merubah perilaku, seperti yang diungkapkan sebelumnya, saya pikir penting sekali agar orangtua paham bagaimana mengantarkan pesan-pesan penting, yang sarat dengan kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai moral serta kehidupan. Ini perlu untuk membentuk akhlak yang mulia.

Maka memberi pengalaman belajar yang berkesan adalah salah satu yang terbaik untuk membuat anak mendapatkan ilmu yang lebih dari sekedar cukup. Kesan indah dan luar biasa akan dikenang anak sepanjang masa. Pesan-pesan yang kita kirim lewat pengalaman tersebut akan diadopsi anak sebagai sebuah value keluarga, yang kelak berguna baginya di masa depan.

Orangtua yang memahami tujuan pengasuhan ini, akan dapat memanfaatkan momentum kebersamaan untuk menyisipkan dan menanamkan value keluarga dan nilai-nilai kehidupan, berikut pesan moral dan keyakinan yang dianutnya.

Inilah yang saya dan suami lakukan dengan mengajak mereka pergi ke The Le Hu Garden. Anak belajar banyak hal, utamanya belajar betapa Allah maha indah, dan sungguh menyukai keindahan. Perilaku yang indah semoga terpancar dari pengalaman belajar ini. Disamping itu, sebagai orangtua yang memiliki rutinitas dan pekerjaan, acara piknik begini tentu akan memberi kesegaran kembali bagi jiwa-jiwa yang lelah beraktivitas.

Anak-anak belajar banyak sekali dari setiap pengalaman yang diberikan orangtuanya. Bahkan belajar menahan diri dari keinginan yang buanyak sekali. Bahkan sebuah kisah sarat makna bisa mereka dapatkan walau hanya dari sekedar duduk bersama dalam perjalanan.

Kalau pengasuhan tidak memiliki tujuan, apa yang kelak akan diperoleh anak? Apakah hanya melulu soal bertahan hidup demi makan? Apakah cukup seorang anak hidup bersama orangtuanya, tapi tak punya ilmu kehidupan yang sesungguhnya?

Kalau hidup hanya untuk bisa makan, ayam pun bisa mengajarkannya. Karena bersama induk ayam, anak ayam juga hidup bisa hidup, tanpa pakaian, tanpa akal dan  tanpa ilmu. 

#ummuzaid
Salam serius




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Seperti yang Kamu Pikir

Sabun Cuci Muka Berjerawat

Sabun Ummuzaid