Permainan Tradisional

Main apa kita nak...?

Hehehe...

#mainantradisionalindonesia

Siapa yang waktu kecil sempat main pistol bambu ini? Cungkanlah tangan mamak. Anak perempuan gak dilarang koq main senapan bambu ini.





Dulu (saya gak inget umur berapa), saya pernah ngekorin abang saya supaya bisa punya mainan kayak gini. Kejadiannya kisaran kelas 4 atau kelas 5 SD gitu. Saya gak main mainan pistol-pistolan ini dari SD kelas 1 karena sebelumnya saya tinggal di Binjai. Di tempat saya tinggal gak ada pohon bambunya, yang adanya pagar beton sekeliling pinggang rumah. 😌

Jadi, permainan ini baru saya kenal setelah tinggal di Asam Kumbang, Kecamatan Medan Selayang, yang masih Sumatera Utara juga (rumah mamski/mamak saya yang sekarang). Maka, setelah mendapat hak bebas tanpa remisi alias merdeka, anak kecik yang tadinya banyak di tawan manja ini, akhirnya sempat juga merasakan membuat mainan gratis dari alam ini.

Oya, sedikit saya cerita tempat saya tinggal dulu. Asam Kumbang itu terkenal dengan sebuah penangkaran buaya terbesar di Indonesia (katanya begitu). Jadi wajarlah ya masih beserak pemandangan tumbuhan makanan panda ini.

Bambu di daerah kami bukan seperti  di negeri cina, yang tumbuhnya sebuluh-sebuluh/satu-satu (orang melayu menyebut bambu dengan buluh). Di Asam kumbang banyak bambu tumbuh serumpun, jenis bambunya pun banyak tak berminyak tapi malah bermiang (kayak ada bulunya gitu), pun diameternya tidak terlalu besar. Lain jenis dari bambu untuk membuat meriam mainan. Jumlah bambu minyak berdiameter besar tidak begitu banyak di tempat saya tinggal.

Dulu, kami persis tinggal di samping dua rumpun bambu yang lumayan besar. Kalau saya bertugas menyapu halaman, lonjan (kapok) lah mak.. haiiihhh.. cuapek. Dulu rumpun bambu itulah yang membuat teduh dan sejuk rumah kami, sebelum akhirnya di berangus sak/sampai akar-akarnya karena dibangun rumah sama yang punya tanah, tetangga kami.

Di belakang rumah kami pun terhampar pemandangan sawah milik orang yang sampai sekarang saya nggak tahu siapa yang punya, soalnya gak ada tugas mengantarkan proposal kesana, jadi abaikanlah sawah itu milik siapa. Bukan pulak urusan awaq, palak awaq. Hahaha...

Balik ke senjata mainan anak-anak lagi.

Jadi, pohon bambu yang tepat di samping rumah itu lumayan sulit untuk bisa kami raih karena tepinya sudah tinggi. Yang bisa di ambil adalah rebungnya alias bambu mudanya untuk dimasak gulai. Enak. Tapi jangan tanya saya deh cara mengambilnya, meriang setiap kali dekat-dekat miang mambu itu, merinding bulu roma. Nanti saya kasi tahu kenapa ya.Oke.

Anak kecil seperti kami yang baru lewat semeter lebih sedikit ini, musti dapat help-help dari orang dewasa kalau mau dapat ranting bambunya untuk dibikin mainan pistol. Yaa paling tidak, kami mesti nunggu dapat sisa dari pemilik bambu saat bambu besarnya itu diambil demi membuat kandang ayam atau pagar rumah.

Tapi, kalau gak ada yang ngambil bambu gimana mau bikin mainan ini?

Abang saya gak mau menunggu bapak kami untuk mengambilkan ranting bambunya, pasti bakal lama pun belum tentu mau jugak. Malahan ya, bapak mau aja langsung membuatkan kalau waktunya ada, gak ada tantangannya, beda banget kalau membuat sendiri.

Bagi anak lajang di kampung kami dibuatkan bapak itu seperti did not get recognition dalam prinsipnya. Jadi, gentle banget kalau bisa made in dewek.

Nah, nasib menunggu uwak yang punya bambu pun sama lamanya. Entah kapan dia mengambil bambunya, kalau ditunggu terus bakalan selak/sudah habis musim bermain senapan bambu ini.

Jadi, berdasarkan petuah abang saya, carilah bambu sendiri hasil minta punya orang. Kalau mau lebih enak, lebih baik mengambil sendiri bambu yang nun agak belesek lagi ke belakang rumah uwak hamzah, sebelah kuburan pak camat namanya.

Tapi eh tapi, ada catatannya kalau mau mengambil bambu disini. Ini bukan perkara hantu, setan dan penghuni lain. Ini tentu rahasia jangan sampai mamak kami tahu. Kalau kedapatan bersekongkol kesana, alamat kuping kami bisa merah. Sudah kenak jewer ditambah merepet pulak.

Kenapa mamak bisa marah?

Cerita begini, saya ini alergian, kalau sampai gatal-gatal karena miang bambu itu terjadi, isi dompet mamak kami pasti di bawa ke apotik atau ke dokter. Mamak kami pantang rugi, dari pada uang habis berobat dan kulit saya hancur, mending saya dipingit aja. Begitulah kira-kira.

Sesungguhnya miang bambu itu gatal lagi membuat garuk dimana-mana. Buat orang-orang yang turun dari salju macam saya, yang ampun-ampun kulitnya kacau begini, deketan sama miang bambu pantang cuy, bisa kurikan. Sebab gatalnya memang berpangkat-pangkat, sulit untuk untuk tidak menggaruk.

Gak usahkan miang, debu musim kemarau saja saya mesti berjuang melawan gatel yang menjalar. Rasanya seperti ada yang meraba-raba bulu roma, tapi terasa panas, dan pengeeeeeenn banget digosok sama kulit duren biar puas.

Nah.. tipe kulit yang abnormal punya saya ini sekali garuk saja bisa lecet. Jadi bisa dibayangkan donk bagaimana perjuangan menahan gatal ini kecuali sanggup merelakan luka dimana-mana.

Nah, berhubung abang saya gak bisa menolak dibuntutin adiknya dan nasib dimarahi tak mungkin bisa saya tanggung sendirian, maka kami mesti mengendap-ngendap. Jadi, tahulah rasanya dikibulin kan, mamak mana la yang gak marah karena mendapati anaknya membelot.

Jadi, untuk bisa sukses punya mainan ini, aturan no ada kibus/bocor halus/tukang lapor di antara kita mesti dilegalkan. Jaga janji masing-masing, dan resiko wajib ditanggung bersama.

Nah.. balik lagi ke senjata mainan pistol atau senapan bambu, atau marultop kata orang batak, plethokan kata orang jawa, atau lotup kata orang medan (asal kata malotup mungkin) ini, di buat untuk berperang ecek-ecek a.k.a. main-main yang rerata dimainkan anak laki-laki. Anak perempuan agak jarang main ini karena mungkin sakit kalau kena tembak, apalagi kalau sempat tekenak pelornya yang dari kembang buah jambu air itu.

Selain kembang (a.k.a pentil) buah jambu, pelor atau pelurunya ini paling sering diganti dengan kertas (koran sih biasanya) yang dibasahi dengan air gratis dari rumah sendiri.

Jadi bisa dibayangkanlah huru hara akibat kedua jenis pelor ini. Pertama, pentil jambu itu bisa ludes dan kedua, koran di rumah pun entek. Siapapun mamak-mamak yang punya kedua pelor tersebut mesti urut dada banyak-banyak kalau acara main bedil-bedilan ini sedang musim dimainkan.

Nah... Tentang pistol bambu punya saya itu. Sangkin kepengennya punya dan milik abang saya pun sudah not good to the play anymore, plus dia ogah buatin untuk saya karena miliknya pun telah saya rusakkan jua, maka jadilah saya mengikutinya ke samping kuburan pak camat itu demi membuat mainan ini.

Kerjaan sembunyi-sembunyi dari mamak ini juga mesti sanggup merelakan kulit yang sudah memang berbekas dikaki ini (semakin beranjak dewasa kakakku rani yang cantik kata sheila on 7, bekas itu pun menghilang pelan-pelan ya pemirsah).

Abang saya orangnya baik hati, saya diajarin bebikinan mainan ini, dan dibantuin motong bambu yang gatelnya masyaAllah...

Dan tara... Saya bisa main pistol-pistolan terkeren bagi anak zaman 90'an itu, walau gak lama sih... namanya hanya memuaskan rasa ingin main dan mau tahu cara membuatnya.

Setelah puas jedar jeder dan bunyinya gak meletup-letup lagi, artinya end deh mainnya. Tak perlu membuatnya lagi sampai kedua kali karena kulit ini juga sudah kapok.

Kalau mau tahu cara membuat pistol ini kuncinya hanya satu, mainlah ke kampung, karena bambu berat tumbuh di kota cuy. Wkwkwkwk..

Biasanya, setelah musim permainan ini berakhir, maka akan berganti dan dilanjutkan ke permainan yang lebih besar alias meriam bambu. Dan biasanya pula meriam ini dimainkan saat bulan ramadhan, maka anak-anak perempuan  akan kembali memilih permainan kwaci/dakocan atau batu rimbang.

Nah, batu rimbang ini bukan rimbang/cepokak yang buat dimasak itu. Ini adalah permainan yang dimulai dengan mengumpulkan batu-batu kecil/kerikil yang banyak (rerata tiap orang diminta mengumpulkan 10-20 batu), plus mencari sebuah batu yang agak bulet dan lebih besar sedikit untuk jadi gacok yang dilempar.

Cara mainnya gampang, gacoknya dilempar ke atas (jangan  tinggi-tinggi) sambil batu kerikilnya ditebar atau diserakkan. Setelah itu batu-batu kecil tadi di ambil satu-persatu atau boleh diraup sekali banyak tanpa boleh menyentuh batu yang lain sambil tetap melempar gacoknya. Kalau tersenggol, permainan dilanjutkan ke pihak lawan.
Permainan batu rimbang dimainkan oleh dua kelompok untuk adu siapa yang terbanyak mengumpulkan batu dari cara yang mirip main bekel ini.

Ya, anak perempuan di daerah lain biasanya menyebut permainan ini dengan main bekel. Hanya saja kalo main bekel itu batunya bukan kerikil, bisa keong yang imut-imut atau biji apa ya namanya buat di bolak-balik gitu. Jumlahnya pun biasanya hanya lima dan membutuhkan gacok yang membal/mantul. Dulu saya main bekel pakai bola golf punya pakde karena punyai bola bekel itu gak bisa gratisan musti beli. Wkwkwkwk...

Bosan bermain batu rimbang, kami geser bermain congklak, ular tangga, guli (sebutan orang medan untuk gundu/kelereng), monopoli, atau main karet yang  amazing banget.

Nah, main karet gelang yang disambung-sambung ini pun saya sukaaaaaa banget. Kenapa? Karena rasanya keren bin paten kalau bisa melompat saat posisi tali karetnya lagi di atas kepala orang yang sedang berjaga.

Banyak anak perempuan harus mempertahankan roknya tidak terbuka saat melompat setinggi itu. Saya selalu pakai daleman setiap bermain ini, karena acara main lompat merdeka itu beresiko besar cuy... (Tenampak yang tak boleh bisa berabe urusan anak gadis)

Nah... Dari postingan saya kali ini, sebenarnya saya hanya mau cerita. Kalau tadi siang kami ketemu seorang ibu yang berjualan pistol bambu, harganya seribu untuk yang kecil dan dua ribu untuk yang agak besar.

Suami saya langsung berhenti naik motor saat melihat dagangan tu ibuk. Rindu akan masa lalu. Rupanya bapak asal Siantar ini juga memainkan pistol ini semasa kecilnya. Dia menyebutnya dengan ...

Saya disuruh turun dan membelikan tiga buah pistol bambu itu untuk anak kami. Bagus untuk melatih motorik, konsentrasi, teknik mengumpulkan udara di dalam bambu, macam-macam.

Sampai di rumah, well done sir... seru banget melihat anak-anak bermain. Cetarlah rumah kami berhamburan peluru kertas basah. Happy macem di pilem-pilem india. Hahaha...

Demikian cerita yang panjang ini...
Salam permainan tradisional.

#ummuzaid
Googling saja kalo nak mainkan pistol ini ya sist... Dah beredar di jagad koq... 😁


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Seperti yang Kamu Pikir

Sabun Cuci Muka Berjerawat

Sabun Ummuzaid